Apakah Nabi Muhammad Pernah Salah

Apakah Nabi Muhammad Pernah Salah

Pertempuran dengan Kaum Yahudi

Pertempuran pertama dengan kaum Yahudi terjadi beberapa pekan setelah terjadinya perang Badar dan kemenangan besar kaum muslimin. Kaum Yahudi Bani Qainuqa' bertinggal di sebuah benteng di luar kota Madinah dan mereka sibuk dengan pekerjaan mereka berpandai emas dan besi. Para ahli sejarah menulis bahwa suatu hari seorang perempuan arab pergi ke pasar dan menjual barang-barangnya di pasar Bani Qainuqa' dan duduk di depan pintu toko pandai emas, salah seorang Yahudi mengikat pakaiannya pada salah satu yang ada dibelakangnya, lalu perempuan itu berdiri kemudian sebagian pakaiannya tersangkut dengan bagian yang terikat dan orang-orang Yahudi menertertawakannya. Kemudian perempuan itu berteriak memanggil kaum muslimin dan meminta pertolongan mereka.

Lalu perseteruan sengitpun meluap, seorang muslim menolong perempuan itu dan seorang Yahudi itu dibunuhnya. Kaum Yahudi mengamuk dan membunuh seorang muslim tadi kemudian fitnahpun memanas kebencian menyulut. Setelah kejadian ini, Nabi saw menakut-nakuti kaum Yahudi atas akibat perbuatan orang-orang Quraisy dengan apa yang mereka lakukan dan mengecam kepada mereka jika kalian masih mau tinggal di sini maka mereka harus menyerah. Bani Qainuqa' berkata: Kau jangan tertipu dengan kekalahan penduduk Mekah, mereka bukan pemuda-pemuda ahli perang. Jika kami berperang denganmu, maka akan kami tunjukkan padamu siapa kami dan apa yang dapat kami perbuat kepadamu. Kemudian Allah menurunkan ayat yang berkenaan dengan hal ini:

Nabi terpaksa mengepung dan mengurung mereka, dan pengepungan mereka berlangsung selama 15 hari, siang dan malam. Ketika mereka menyerahkan diri, Abdullah bin Ubay memohon-mohon supaya Nabi membiarkan mereka hidup dan tidak membunuh mereka, dan mengasingkan mereka ke kota Syam. Pengepungan sekelompok dari kaum Yahudi ini terjadi di bulan Syawal pada tahun kedua hijrah.[57]

Tahun ke-3 H, para Quraisy meminta bantuan kepada para sekutunya untuk bersatu menentang kaum muslimin dan dengan pasukan yang bersenjatakan lengkap bergerak berjalan menuju Madinah dengan dipimpin oleh Abu Sufyan. Mulanya Nabi saw ingin menetap di Madinah, namun pada akhirnya, beliau merencanakannya di luar kota untuk menghadapi pasukkan musuh yang datang dari Mekah. Di sebuah tempat dekat gunung Uhud, kedua pasukan berhadap-hadapan satu dengan yang lainnya dan meskipun pada mulanya kemenangan berada di pihak kaum muslimin namun dengan strategi yang digunakan oleh Khalid bin Walid dengan mengambil kesempatan dari kelalaian kelompok kaum muslimin, kaum musyrikin menyerang dari belakang dan mulai sibuk membunuh dan menghabisi kaum muslimin. Dalam peperangan ini Sayidina Hamzah paman Nabi saw syahid dan Nabi sendiri terluka dan isu terbunuhnya Nabi juga membuat semangat perang kaum muslimin menjadi lemah. Kaum muslimin sedih dan kembali ke kota Madinah dan beberapa ayat Alquran mengenai peristiwa ini turun, yang isinya mencakup belasungkawa kepada kaum muslimin.

Pengkhianatan Kaum Munafik dan Kaum Yahudi Madinah

Meskipun kebanyakan dari penduduk kota Yatsrib sudah menjadi muslim atau sepakat dengan nabi, namun lantas tidak demikian bahwa kota dan sekelilingnya secara serentak patuh dan tunduk mengikuti semua kehendaknya. Abdullah bin Ubay yang sebelumnya sudah dipersiapkan untuk dijadikan sebagai orang yang akan memimpin kota tersebut yang dengan sampainya Muhammad saw ke kota Yatsrib kedudukan tersebut gagal dia raih, tidak berpangku tangan. Walaupun secara lahir dia menampakkan keislamannya, namun dalam kesunyiannya dia telah melakukan sebuah konspirasi terhadap Muhammad saw dan kaum muslimin dan telah menjalin hubungan rahasia dengan kaum Yahudi Madinah. [46]

Kelompok pertama ayat-ayat madani Alquran menyebut kelompok ini sebagai kaum munafik, yang menimbulkan berbagai kesulitan pada kemulusan perjalanan dakwah Nabi dan kaum muslimin. Usaha kelompok ini lebih sulit dari kaum musyrikin dan kaum Yahudi, karena keberadaan mereka di sisi kaum muslimin disebut sebagai muslim dan Nabi tidak dapat memerangi mereka, karena mereka secara lahiriyah dihukumi sebagai muslim. [47] Ayat-ayat Alquran terkadang mengancam mereka bahwa Allah dan rasul mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Dan sesungguhnya mereka tahu bahwa kalian menjadikan kaum muslimin sebagai tameng untuk keselamatan diri kalian:

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَ‌سُولُ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَ‌سُولُهُ وَاللَّـهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

Pembangkangan Abdullah di jalan Islam hingga akhir hayatnya (tahun ke-9) terus berlanjut. Orang-orang Yahudi yang meskipun dalam surat perjanjian Madinah memiliki hak-hak hingga merekapun mendapatkan bagian dari ghanimah atau keuntungan perang, yang mana pada mulanya mereka menunjukkan kesepakatannya kepada kaum muslimin bahkan beberapa orang dari mereka juga ada yang masuk Islam, namun pada akhirnya, mereka menampakkan kebencian mereka terhadap Islam. Dan faktor kebencian itu adalah bahwa mereka yang pada sebelumnya pernah menguasai perekonomian Yatsrib dengan cara bekerjasama dengan orang-orang Arab badui dan kaum musyrikin dalam perdagangan dan jual beli dan mereka berharap dengan terpilihnya Abdullah bin Ubay sebagai pemimpin Madinah, pengaruh perekonomian mereka akan lebih berkembang; namun dengan tibanya Muhammad saw ke kota ini ditambah dengan perkembangan Islam, telah menghalangi pengaruh tersebut.

Selain itu, orang-orang Yahudi tidak pernah mengenal dan menganggap seseorang yang bukan dari keturunan Yahudi sebagai nabi. Oleh sebab itu, sedikit demi sedikit mereka mulai menampakkan pembangkangan mereka kepada Muhammad saw. Nampaknya Abdullah bin Ubay juga memiliki pengaruh dalam menggerakkan mereka. Orang-orang Yahudi berkata: "Nabi yang dulu kita tunggu-tunggu kedatangannya bukanlah Muhammad" dan mereka mengetengahkan Taurat dan Injil kepada kaum muslimin di hadapan ayat-ayat Alquran sambil berkata: "Apa yang dikatakan Alquran berbeda dengan apa yang ada dalam kitab-kitab kami." Dan turunlah beberapa ayat dari Alquran mengenai hal tersebut, yang dengan turunnya ayat tersebut, terbukti bahwa Taurat dan Injil adalah dua kitab yang sudah diubah untuk sepanjang masa, yang mana tokoh ulama Yahudilah yang mengubah ayat-ayat tersebut supaya kedudukan dan posisi mereka tetap terjaga.

Akhirnya, Alquran sekaligus memutus hubungan Islam dengan Yahudi dan Nashara (kristen) dan juga supaya memberi pemahaman kepada penduduk Arab bahwa mereka yaitu kaum muslimin dibandingkan kaum Yahudi adalah sebuah umat yang terpisah, dikatakan bahwa: Kaum Arab berada di atas agama Ibrahim dan Ibrahim adalah kakek tertinggi Israil.

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَآجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ وَمَا أُنزِلَتِ التَّورَاةُ وَالإنجِيلُ إِلاَّ مِن بَعْدِهِ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ . هَاأَنتُمْ هَؤُلاء حَاجَجْتُمْ فِيمَا لَكُم بِهِ عِلمٌ فَلِمَ تُحَآجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ.مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Semenjak Nabi saw masuk ke Madinah hingga 17 bulan, ketika salat ia menghadap ke arah Masjid al-Aqsha. Orang-orang Yahudi berkata: Muhammad tidak mempunyai kiblat sehingga kami mengajarinya. Rasulullah saw merasa tersinggung dari peringatan tersebut.

Pada suatu hari ia mendirikan salat zuhur di masjid Bani Salmah, pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriah, di pertengahan salat sebuah ayat turun kepadanya:

﴾ قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ﴿

Dalam keadaan seperti itu nabi saw menghadapkan wajahnya dari Baitul Makdis ke arah Kakbah. Dan kemudian masjid ini dalam sejarah Islam dikenal dengan masjid al-Qiblatain. Pergantian kiblat dari masjid al-Aqsha mengarah ke Mekah sangat merugikan kaum Yahudi dan Munafik. Hal ini dapat dibuktikan dengan kritikan mereka kepada kaum muslimin; mengapa sampai kini ketika mendirikan salat masih menghadap ke masjid al-Aqsha dan sekarang kiblat kalian berganti. Ayat berikut ini turun sebagai jawaban kepada orang-orang yang mengkritik:

Sumber-sumber Riwayat dari Nabi saw

Menurut akidah orang-orang Syiah, prinsip pertama adalah riwayat-riwayat para imam dari sisi kehujahannya sama dengan riwayat-riwayat Nabi yang mulia saw dan harus berpegang teguh dengannya, dan dari sisi ini tidak ada perbedaan di antara riwayat-riwayat tersebut. Oleh karena itu, Kutub al-Arba'ah (empat kitab seperti Usul al-Kāfi, al-Tahdzib, Man Lā Yahduruhu al-Faqῑh dan al-Istibshār) sebagai sumber dasar hadis-hadis Syiah, mencegah adanya pemilahan antara sabda-sabda Nabi saw dan para imam as, dan dalam berbagai tema telah dinukil riwayat-riwayat yang bermacam-macam dari mereka.

Meski demikian, masih ada sumber-sumber yang mengumpulkan kumpulan hadis dari sabda-sabda Rasulullah atau mengkhususkan sebuah bab terpisah untuk hadis-hadis nabi saw. Di antara sumber-sumber tersebut yang dapat disebutkan di sini adalah:

Biodata Nabi Muhammad Saw

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berumrah sebanyak 4 kali setelah Hijrah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhaji itu sekali yaitu Haji Wada’ pada tahun 10 Hijriyah.

*Catatan dari Tahdzib As-Sirah An-Nabawiyyah: Empat kali umrah adalah tiga di bulan Dzulqa’dah yaitu umrah Hudaibiyyah, umrah Qadha’, dan umrah dari Ji’ranah setelah membagi-bagi harta rampasan perang Hunain. Sedangkan keempatnya bersamaan dengan haji.

11. Setelah itu beliau jatuh sakit dan beliau wafat pada usia 63 tahun yang bertepatan pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun 11 Hijriyah di waktu dhuha.

Istri-Istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

Istri Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam ada 11. Dua di antaranya wafat sebelum Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yaitu Khadijah binti Khuwailid dan Zainab binti Khuzaimah. Sembilan lainnya wafat setelah beliau shallallahu ’alaihi wa sallam yaitu:

5. Ummu Habibah (Ramlah)

6. Zainab binti Jahsy

Budak wanita milik beliau ada empat, di antaranya adalah Mariyah Qibthiyyah.

Urutan tahun pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan istri-istrinya:

*Disebutkan dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah tahun 5 Hijriyah, walaupun ada yang mengatakan tahun 7 H.

Putra dan Putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Anak-anak beliau shallallahu ’alaihi wa sallam berjumlah tujuh, tiga laki-laki wafat saat kecil, yaitu:

Empat di antaranya perempuan, mereka adalah

1. Zainab, menikah dengan Abul ‘Ash bin Rabi’

2. Ruqayyah, menikah dengan Utsman bin ‘Affan

3. Ummu Kultsum, menikah dengan Utsman setelah wafat Ruqoyyah

4. Fatimah, menikah dengan Ali bin Abi Thalib

Semua anak beliau berasal dari Khadijah radhiyallahu ‘anha kecuali Ibrahim yang ibunya adalah Mariyah Qibthiyyah.

Keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Paman-paman beliau shallallahu ’alaihi wa sallam ada 11 orang. Di antaranya Hamzah, Abbas, dan Abu Thalib. Bibi-bibi beliau ada 6 orang, di antaranya adalah Shafiyyah, Ibu Zubair bin Awwam. Saudara laki-laki dari ibu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ada tiga orang dan saudara perempuan dari ibu ada seorang.

Perang Penting di Masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Ada 27 perang yang diikuti oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam (disebut: ghazwah), perang yang paling penting adalah:

1. Perang Badar Al-Kubra (2 H)

3. Perang Khandaq/ Ahzab (5 H)

4. Perang Hudaibiyah (6 H)

5. Perang Fathu Makkah (8 H)

6. Perang Tabuk (9 H)

Selain itu ada sariyyah (perang yang tidak dihadiri oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam) ada 35 perang.

Nabi Muhammad SAW adalah keturunan bani Hasyim dari suku Quraisy. Menurut sejumlah Sirah Nabawiyah, nama Nabi Muhammad SAW berasal dari kakeknya, Abdul Muthalib.

Nama "Muhammad", sendiri berarti orang yang terpuji. Pada saat itu nama tersebut belum pernah dipakai oleh orang-orang Arab pada masa pra-Islam.

Nabi Muhammad SAW mempunyai nama lengkap Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushayi bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luayy bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizhar bin Ma'ad bin Adnan dan selanjutnya hingga bertemu garis keturunan dari Nabi Ismail AS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal tersebut disebutkan dalam buku Hidup bersama Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam karya Daeng Naja.

Sementara itu, merujuk dari buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XII M) karya Faisal Ismail, pilihan nama Muhammad yang diberikan oleh Abdul Muthalib kepada cucu tercinta sangat tepat, cocok, dan fenomenal.

Dikisahkan dalam buku tersebut, ketika banyak orang Quraisy yang bertanya kepada Abdul Muthalib mengapa ia memberi nama cucunya Muhammad, ia menjawab "Agar cucuku menjadi orang terpuji di langit di sisi Tuhan, dan terpuji di kalangan manusia di bumi."

Sementara itu, masih dalam buku yang sama menjelaskan bahwa kaum orientalis Barat generasi awal seperti Ignaz Goldziher, Theodor Noldeke, dan G. Well yang dengan maksud tendensius mengatakan bahwa nama asli Nabi Muhammad SAW bukanlah "Muhammad" melainkan Qusam atau Qutsamah.

Namun, pendapat ini tidak dibenarkan oleh para ulama. Sebab, riwayatnya palsu dan tidak jelas, sebagaimana dikatakan dalam buku an-Nabiy Muhammad, Insaniyah al-Insan wa Nabiy al-Anbiya karya Abdul Karim al-Khathib dan diterjemahkan oleh Jamaluddin.

Dalam jurnal berjudul Kajian Morofologis Nama-Nama Nabi Muhammad dalam Al-Qur'an karya Nabilatul Ulya juga menjelaskan mengenai nama-nama lain dari Nabi Muhammad SAW. Dijelaskan bahwa sosok nabi Muhammad SAW dinyatakan dalam sejumlah sebutan. Paling tidak, ada lima sebutan sosok Nabi Muhammad SAW dalam Al-Qur'an, yaitu Ahmad, Muhammad, Rasul, Nabi, dan Basyar (manusia biasa).

Masing-masing sebutan tersebut mempunyai karakteristik yang dapat membedakan antara sebutan satu dengan sebutan lainnya. Meski demikian, harus diakui juga bahwa masing-masing antara sebutan tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dari lainnya, karena kelima sebutan tersebut tetap bermuara pada satu objek, yakni sosok Muhammad SAW.

Nama lain Nabi Muhammad SAW tersebut turut dijelaskan dalam sejumlah hadits. Salah satunya dari Jubair bin Muth'im RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Sungguh aku mempunyai beberapa nama. Aku adalah Muhammad, aku adalah Ahmad, aku adalah Al-Mahi (yang menghapus) yang denganku Allah menghapus kekafiran, aku adalah Al-Hasyir (yang mengumpulkan), yang manusia dikumpulkan pada qodam-ku (masa kenabianku), aku adalah Al-'Aqib (yang paling belakangan) yang tidak ada kerasulan sesudah itu." (HR Bukhari dan Muslim)

Selain itu, dalam riwayat yang berasal dari Abu Musa Al-Asy'ari RA ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW memperkenalkan dirinya pada kami dengan beberapa nama. Beliau berkata:

"Aku adalah Muhammad, Ahmad, Al-Muqaffi (mengikuti nabi sebelumnya), Al-Hasyir (yang mengumpulkan), Nabiyyut taubah, dan Nabiyyur Rahmah." (HR Muslim)

Banyak para ulama yang berbeda pendapat mengenai jumlah nama-nama Nabi Muhammad SAW, Ibnu Dihyah dalam kitab karangannya, berkata: Sebagian ulama berpendapat bahwa, jumlah nama-nama Nabi SAW itu sama seperti jumlah asmaul husna.

'Athif Qosim Amin al-Maliji dalam kitabnya, Asma' Nabi Fii al-Qur'an wa as-Sunnah‛, memaparkan nama-nama nabi itu adalah Muhammad, Ahmad, 'Abdullah, al-Ummi, ar-Rahiim, al-Basyir, asy-Syaahid/asy- Syahiid, an-Nadzir, ad-Da'i ila Allah, al-Muballigh, al-Hanif, al-Mahi, Rasul al-Malahim, al-Hasyir, Nabi at-Taubah, an-Nur, as-Sirojul Munir, al-Musthofa, al-Mudatstsir, al-Muzammil, ath-Thahir, al-Muthahar, al-Muthahir, al-Mutawakkal, al-Amin, ash-Shadiq, Thaha, al-Jami', al-Wali, al-Fatih, al-Hadi, Shohibul Kautsar.

Nabi Muhammad SAW disebut memiliki 7 orang anak. Dikutip dari Sirah Nabawiyah karya Abdul Hasan 'Ali al-Hasani an-Nadwi, enam anak Rasulullah lahir dari istri pertama, Siti Khadijah. Putra pertama Rasulullah dari Siti Khadijah adalah Qashim yang lahir sebelum era kenabian dan wafat saat berusia 2 tahun. Kemudian lahirlah Abdullah yang wafat saat masih kecil. Setelah itu dari Siti Khadijah lahirlah Zaenab, Ruqayah, Ummi Kultsum dan Fatimah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satu anak Rasulullah lahir dari Mariyah al-Qibthiyah yakni Ibrahim. Namun Ibrahim meninggal dunia saat berusia 17 bulan. Saat Ibrahim lahir sebagaimana tradisi Arab pada saat itu, Nabi Muhammad kemudian mencari ibu susuan untuk anaknya itu.

Rasulullah akhirnya memilih Khualah binti Mundzir bin Zaid dari Najjar, istri Barra' bin Aus dan ibu Bardah, untuk menyusui Ibrahim. Sejak itu, Nabi Muhammad dan Ibrahim tinggal terpisah. Nabi Muhammad di samping Masjid Nabawi, di tengah-tengah Kota Madinah, sementara Ibrahim bersama ibu susuannya di dataran tinggi Madinah.

Namun setiap hari Nabi mengunjungi putranya itu. Beliau singgah beberapa saat di rumah Khaulah, mengajak Ibrahim bercanda dan berbicara lembut. Sayang Ibrahim wafat selagi masih kecil.

Rasulullah sangat menyayangi

. Sang penghulu Rasul dan Nabi yang mendapat julukan Al Amin itu akan bersedih, terguncang hatinya, bahkan sampai menitikkan air mata begitu putra-putranya dipanggil Allah SWT.

Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shihahnya dari Asma binti Yazid bin as-Sakan, Rasulullah sangat bersedih saat Ibrahim wafat. "Mata berlinang mengeluarkan air mata dan hati menjadi sedih. Kami tidak dapat mengatakan sesuatu yang membuat Tuhan murka. Kami sedih kerenamu, wahai Ibrahim," kata Rasulullah.

Terkait putri Rasulullah, Zainab menikah dengan Abu al-Ash bin al-Rabi', keponakan Rasulullah dari keturunan Khadijah. Kedua, Fatimah yang menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Lalu Ruqayyah dan terakhir Ummu Qultsum yang menikah dengan Utsman bin Affan.Kepribadian Rasulullah yang bersahaja disebut diwarisi oleh Fathimah. Anak Nabi Muhammad itu tetap tampil sederhana, dengan segenap kebesaran dan kemewahan jiwanya.

Nabi Muhammad SAW memiliki tiga putra dari pernikahannya. Beliau memberikan nama-nama yang berarti baik lagi mulia. Namun, atas ketetapan dan kuasa Allah SWT, ketiganya meninggal ketika masih kecil.

Merangkum buku Sejarah Agung Hasan dan Husain yang disusun oleh Ukasyah Habibu Ahmad, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama dan sejarawan muslim mengenai jumlah istri Rasulullah SAW. Namun, pendapat yang paling banyak disepakati ialah 12 orang.

Mereka adalah Khadijah binti Khuwailid RA, Saudah binti Zam'ah RA, Aisyah binti Abu Bakar RA, Hafshah binti Umar RA, Zainab binti Khuzaimah RA, Ummu Salamah binti Abu Umaiyah RA, Zainab binti Jahzi RA, Juwairiyah binti al-Harits RA, Ummu Habibah binti Abu Sufyan RA, Shafiyah binti Huyai RA, Mariyah al-Qibthiyah RA, dan Maimunah binti al-Harits RA.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari istri-istri tersebut, Rasulullah dikaruniai tujuh orang anak yang terdiri atas tiga anak laki-laki dan empat anak perempuan. Putra dan putri beliau adalah Qasim RA, Abdullah RA, Zainab RA, Ruqayyah RA, Ummu Kultsum RA, Fatimah RA, dan Ibrahim RA.

Keenam putra dan putri beliau lahir dari rahim Sayyidah Khadijah binti Khuwailid RA. Sementara itu, satu orang putra lahir dari rahim Sayyidah Mariyah al-Qibthiyah RA, yakni Ibrahim RA.

Qasim atau Al-Qasim terlahir sebelum Rasulullah diangkat menjadi nabi dan rasul. Namun, pada usia sekitar 2 tahun kematian menjemputnya. Di masa yang sama, lahir Zainab. Setelah dewasa, Zainab menikah dengan Laqih yang bergelar Abul Ash bin Rabi.

Adapun Abdullah atau yang dijuluki dengan gelar Ath-Thayyib dan At-Thahir juga lahir pada masa pra kenabian, meski dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abdullah dilahirkan pasca Rasulullah diangkat sebagai nabi dan rasul.

Sama halnya dengan Qasim, Abdullah juga meninggal pada waktu masih bayi sehingga tidak banyak catatan yang tertinggal tentangnya. Disebutkan dalam buku Samudra Keteladanan Muhammad oleh Nurul H. Maarif bahwa Abdullah wafat ketika Rasulullah masih berada di Mekkah.

Sementara itu, putra Rasulullah yang bernama Ibrahim, yang juga satu-satunya anak kandung beliau yang lahir selain dari rahim Khadijah, lahir di bulan Dzulhijjah pada tahun ke-8 H. Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam buku Manajemen Cinta Sang Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Sopian Muhammad.

Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ibrahim wafat sejak masih kecil, yakni ketika masih beberapa bulan. Menurut riwayat yang berbeda, Ibrahim wafat pada umur 2 tahun. Meskipun kebersamaan Rasulullah bersama Ibrahim sangat singkat, tetapi kehadiran putra bungsunya memberikan kebahagiaan dalam kehidupan keluarga beliau.

Nabi Muhammad diutus oleh Allah sebagai rasul dan nabi terakhir. Hal tersebut termaktub dalam Al-Qur'an surat Al Ahzab ayat 40,

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ࣖ

Artinya: Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Syahruddin El-Fikri menyebutkan dalam bukunya Situs-Situs dalam Al-Qur'an: Dari Peperangan Daud Melawan Jalut Hingga Gua Ashabul Kahfi bahwa Ibnu Abbas, sahabat sekaligus mufassir terkemuka di zaman nabi mengomentari ayat tersebut dengan menafsirkan firman Allah sebagai salah satu bentuk kekuasaan Allah Yang Maha Mengetahui.

Allah tidak menjadikan salah satu anak Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul karena sejatinya Allah berkehendak Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir. Tidak sama seperti nabi-nabi dari zaman sebelumnya yang merupakan ayah dan anak.

Berdasarkan logika tersebut, Ibnu Abbas mengaitkan bukti sejarah bahwa putra-putra Rasulullah wafat di usianya yang masih amat belia. Apabila putra-putra Rasulullah hidup sampai dewasa, tidak mustahil jika di kemudian hari orang-orang akan mendewakan salah satunya dan mengangkatnya sebagai nabi.

Namun, karena ketetapan dan kekuasaan Allah, putra-putra Rasulullah pun kembali ke sisi-Nya. Allah telah menetapkan takdir mereka dengan tidak menjadikan salah satu di antara mereka hidup hingga dewasa. Hal itulah yang mempertegas bahwa Rasulullah adalah nabi sekaligus rasul terakhir yang diutus oleh Allah.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibn Abi Aufa, dia berkata, "Putra Nabi Muhammad SAW meninggal dunia ketika masih kecil. Seandainya setelah Nabi Muhammad SAW itu akan diutus nabi lagi, maka dialah yang akan menjadi penggantinya (putra Nabi Muhammad SAW). Namun, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW tidak akan ada nabi lagi setelahnya."

Itulah nama-nama ketiga putra Nabi Muhammad yang meninggal di usia mereka yang masih kecil. Dengan mengetahui kebenarannya, semoga umat muslim dapat semakin mengimani bahwa Rasulullah merupakan nabi dan rasul terakhir.

Berpenampilan Rapi dan Teratur

Nabi saw dalam kehidupannya sangat-sangat rapi teratur. Beliau setelah membangun masjid, memberikan nama untuk setiap tiang masjid supaya mudah diketahui dan di samping tiang-tiang ini banyak hal yang telah dilakukan; tiang wufud (tempat para komisi), tiang Tahajjud (tempat menghidupkan malam-malam) dan... [105] Saf-saf salat begitu rapi dan teratur, beliau atur seakan-akan kayu-kayu panah yang teratur rapi tertata dan berkata: "Wahai hamba-hamba Allah, rapikanlah barisan saf kalian, karena jika tidak demikian, akan terjadi perbedaan di antara hati-hati kalian. Begitu juga benahi diri di dalam urusan kehidupan kalian". [106] Dia membagi waktu-waktunya menjadi tiga bagian; sebagian untuk beribadah kepada Tuhan, sebagian waktunya dikhususkan untuk diri dan keluarganya, dan sebagian yang lainnya untuk diri dan lingkungan masyarakatnya. [107]

Nabi saw bercermin di depan kaca, merapikan rambut kepalanya dan menyisirnya, beliau berpenampilan bukan hanya untuk keluarganya namun untuk para sahabatnyapun beliau melakukan hal itu. [108] Dalam mengadakan perjalananpun dia menjaga dan memperhatikan kebersihan dan kerapiannya, dan dia selalu membawa bersamanya lima hal; cermin, celak, sisir, sikat gigi dan gunting. [109]

Di dalam Alquran Nabi saw disebut "Ummi". Dan istilah ini biasanya digunakan untuk seseorang yang tidak mampu membaca dan menulis, Nabi tidak membaca dan tidak menulis. Alquran berkata: "Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Alquran) sesuatu Kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu" hal ini menunjukkan bahwa Nabi sebelum wahyu turun kepadanya, dia tidak membaca dan tidak menulis, di kelanjutan ayat tersebut Allah swt berfirman: "...andai kata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)." [110]

Pengepungan Bani Hasyim

Setelah perkembangan Islam yang meningkat di Mekah, dan juga melihat penolakan raja Najasyi untuk mengembalikan orang-orang yang baru masuk islam yang berhijrah ke Habasyah, akhirnya orang-orang Quraisy menekan Muhammad saw dan bani Hasyim dari sisi ekonomi dan sosial. Mereka menulis surat perjanjian dan berjanji untuk tidak memberikan anak perempuan kepada anak keturunan Hasyim dan Abdul Muththalib atau tidak mengambil anak perempuan dari mereka, tidak menjual sesuatu kepada mereka dan tidak membeli sesuatu dari mereka. mereka menggantungkan surat perjanjian itu di tembok Kakbah. kemudian setelah itu, bani Hasyim dan bani Abdul Muththalib terpaksa menjalani kehidupan mereka di lembah yang bernama Syi'b Abi Yusuf yang kemudian dikenal dengan nama Syi'b Abi Thalib. [34]

Pengepungan atau pengasingan bani Hasyim berlanjut selama 2 atau 3 tahun. Dalam jangka waktu tersebut mereka benar-benar hidup dalam kesulitan yang sangat berat. Beberapa orang dari sanak famili mereka, secara diam-diam pada malam hari mengantarkan tepung gandum dan makanan lainnya kepada mereka. Pada suatu malam, Abu Jahal yang benar-benar memusuhi bani Hasyim, mengetahui hal tersebut. Iapun menghadang dan menghalangi Hakim bin Hizam yang biasa membawa barang berupa tepung gandum untuk Khadijah. Beberapa orang ikut campur tangan dan bangkit menegur perbuatan Abu Jahal. Sedikit demi sedikit beberapa kelompok dari mereka menyesali tindakan yang mereka lakukan dan mulai bangkit mendukung bani Hasyim dan mengatakan bahwa mengapa bani Makhzum hidup dalam kenikmatan sedangkan putra-putra Hasyim dan Abdul Muththalib hidup dalam kesengsaraan.

Akhirnya mereka berkata, surat perjanjian yang telah diputuskan tersebut harus dimusnahkan. Sekelompok dari orang-orang yang ikut dalam perjanjian tersebut berencana untuk merobek surat perjanjian tersebut. Dalam catatan riwayat Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq dituliskan bahwa ketika mereka mengecek surat perjanjian, mereka melihat bahwa surat tersebut sudah dimakan rayap dan yang tersisa hanya tulisan "باسمک اللهم" . [35]

Ibnu Hisyam menulis: Abu Thalib pergi dan berkata kepada kaum Quraisy:

Permusuhan Quraisy dan Konsekuensinya

Ketika para pembesar Quraisy merasa khawatir dengan jumlah kaum muslimin yang kian bertambah, mereka datang menghadap Abu Thalib paman dan pelindung Nabi saw dan meminta kepadanya untuk menahan dakwah yang dimulai oleh keponakannya itu. Suatu hari mereka meminta kepadanya supaya Muhammad saw diserahkan kepada mereka untuk mereka bunuh dan sebagai penggantinya, dia berhak mengambil 'Umarah bin Walid seorang pemuda tampan dan menurut keyakinan mereka juga pintar. Abu Thalib berkata, "Aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh dan aku mendidik anak kalian? Alangkah sulit tugas itu." [30]

Kaum Quraisy dikarenakan terikat perjanjian dengan kabilah-kabilah lain, mereka tidak dapat mencelakai Nabi secara jiwa, karena jika hal itu terjadi maka mereka akan berhadapan dengan Bani Hasyim, dan kemungkinan ada hal-hal lain yang dapat menimpa mereka yang mungkin akan mempersulit mereka. Oleh karena itu, pertentangan mereka kepada Nabi hanya sebatas menjelek-jelekkan Nabi dan mencelakainya saja. Namun sikap mereka kepada orang-orang yang baru masuk Islam yang tidak mempunyai pelindung, mereka benar-benar menyiksanya. [31]

Kaum Quraisy sekali lagi datang menghadap Abu Thalib dan mereka meminta kepadanya untuk mencegah anak saudaranya itu untuk tidak menindaklanjuti langkah yang telah ia ambil. Kemudian Abu Thalib menyampaikan hal tersebut kepada anak saudaranya itu dan Nabi saw menjawab:

Pemasangan Hajar Aswad

Dalam pandangan kaum Arab, Rumah Allah, Kakbah pada masa jahiliah juga memiliki kehormatan tersendiri. Pernah pada suatu tahun, banjir besar terjadi hingga masuk ke dalam Kakbah dan merusak dinding-dinding rumah suci tersebut. Kemudian kaum Quraisy meninggikan dinding-dinding Kakbah, namun ketika mereka hendak memasang Hajar Aswad, terjadi perselisihan diantara para ketua suku kabilah. Para ketua dari setiap suku kabilah berkehendak mendapatkan kehormatan untuk melakukan hal tersebut. Akhirnya suasana pun memanas. Para pemuka suku menyediakan sebuah baskom yang berisi darah lalu memasukkan tangan mereka ke dalamnya. Hal ini adalah ibarat sumpah yang mengharuskan mereka untuk berperang sampai salah satu dari mereka menang. Akhirnya merekapun bersepakat bahwa orang pertama yang memasuki Masjid dari pintu bani Syaibah harus mereka terima sebagai juri dan apa saja yang dikatakannya harus dilakukan. Orang pertama yang memasukinya adalah Muhammad saw. Para pembesar Quraisy berkata dia adalah al-Amin seorang yang dipercaya, setiap keputusannya akan kami terima. Kemudian diceritakan kepadanya apa yang terjadi. Muhammad saw berkata:"Bentangkanlah satu kain" dan ketika hal itu telah dilakukan, kemudian ia meletakkan Hajar Aswad di tengah kain tersebut. Dan berkata: "Setiap kepala suku hendaklah memegang salah satu sudut kain." Ketika mereka memegang setiap sudut kain dan membawanya, kemudian beliau mengambil Hajar Aswad tersebut dan meletakkan di tempatnya dan keputusan ini telah mencegah sebuah pertikaian besar yang dapat menumpahkan darah. [17] Peristiwa ini menunjukkan kesuksesan Nabi Muhammad di tengah-tengah penduduk Mekah.

Menurut pendapat masyhur Syiah Imamiah, pengutusan Nabi saw terjadi pada tanggal 27 Rajab. [18] Nabi Muhammad saw ketika mendekati tahun-tahun pengutusannya mulai mengasingkan diri dari keramaian masyarakat dan beliau mulai sibuk dengan beribadah kepada Tuhannya Yang Maha Esa. Sebulan sekali dalam setiap tahunnya ia mengasingkan diri ke sebuah gunung yang di situ ada sebuah gua bernama Hira dan di sana dia banyak beribadah dan di saat-saat inilah setiap pengemis yang datang kepadanya, ia memberikan makanan kepada mereka. Kemudian dengan berlalunya sebulan penghambaan beliaupun kembali ke Mekah. Dan sebelum pergi ke rumahnya, ia melakukan tawaf, mengitari Kakbah sebanyak tujuh kali atau lebih lalu pergi ke rumahnya. [19]

Di salah satu tahun pengasingannya di gua Hira, ia diutus dan dipilih Allah swt menjadi nabi. Muhammad saw dalam hal ini berkata: Malaikat Jibril datang menghampiriku dan berkata: Bacalah!. Aku berkata: "Aku tidak bisa membaca." Kemudian berkata lagi: Bacalah! Aku berkata: "Apa yang aku baca?" Ia berkata:

﴾اقْرَ‌أْ بِاسْمِ رَ‌بِّكَ الَّذِي خَلَقَ﴿

Sebagaimana yang telah masyhur diketahui, beliau diutus menjadi nabi setelah berusia empat puluh tahun. [20]

Rasulullah saw dengan mendapatkan ayat-ayat permulaan surah Al-'Alaq sebagai ayat-ayat pertama yang turun kepadanya, dan setelah diutus menjadi nabi, dia kembali ke Mekah dan pergi ke rumahnya. Ada 3 orang yang tinggal di rumahnya: Khadijah, istrinya, Ali bin Abi Thalib anak pamannya dan Zaid bin Haritsah. [21] Nabi saw pertama mengajak keluarganya untuk mentauhidkan Tuhan dan orang pertama dari para wanita yang menyatakan keimanannya adalah Khadijah istrinya dan dari laki-laki anak pamannya Ali bin Abi Thalib as yang mana pada waktu itu ia berada dalam asuhan dan lindungan Nabi saw. [22] Dalam berbagai sumber madzhab-madzhab Islam lainnya, dari sebagian lainnya seperti Abu Bakar dan Zaid bin Haritsah merupakan orang-orang pertama yang masuk Islam. [23]

Meskipun dakwah dan ajakan pertama Nabi sangatlah terbatas, akan tetapi jumlah kaum muslimin semakin terus bertambah, dan dalam waktu singkat orang-orang yang masuk Islam pergi ke sekitar Mekah dan bersama Nabi saw mendirikan salat. [24]

Haji Terakhir Nabi saw dan Ghadir Khum

Nabi di bulan Dzulkaidah tahun ke-10 h telah berencana untuk melaksanakan haji terakhirnya. Dalam perjalanan inilah Rasulullah mengajarkan hukum-hukum haji kepada masyarakat. Sebelum Islam, Quraisy membuat beberapa keistimewaan untuk diri mereka sendiri. Selain mereka menjadi juru kunci Kakbah, pembuat tirai Kakbah, penerima tamu dan pemberi minum para jemaah haji, mereka juga membedakan diri mereka dari kabilah-kabilah lain dalam tata cara ziarah ke Baitullah. Dalam perjalanan ini Rasulullah menghapus apa yang dianggap istimewa oleh Quraisy untuk diri mereka dalam berziarah ke Baitullah sementara orang lain mereka halangi dari keistimewaan tersebut. Salah satu dari keistimewaan-keistimewaan tersebut adalah di masa jahiliyah masyarakat beranggapan bahwa tawaf harus dengan kain suci dan kain itu bisa suci jika diambil dari Quraisy. Jika Quraisy tidak memberikan kain tawaf tersebut, dia harus tawaf secara telanjang. Keistimewaan lainnya adalah bahwa Quraisy tidak seperti jemaah-jemaah haji yang ada yang memulai amalan hajinya dari padang Arafah akan tetapi mereka memulai amalan hajinya dari Muzdalifah dan ini merupakan suatu kebanggaan bagi mereka. Alquran menghapus keistimewaan ini dengan ayat:

Dan masyarakat melihat Muhammad saw memulai hajinya dari Arafah sebagaimana masyarakat yang ada, padahal beliau termasuk dari Quraisy. Dalam perjalanan haji ini pula beliau berkata: Wahai masyarakat, aku tidak tahu apakah dapat melihat tahun mendatang atau tidak. Wahai masyarakat, setiap darah yang tertumpah di masa jahiliyah telah aku lupakan. Harta dan darah kalian telah diharamkan satu dengan yang lainnya, hingga kalian bertemu dengan Tuhan kalian.

Hijrah Kaum Muslimin ke Habasyah

Dengan semakin bertambahnya jumlah kaum muslimin, permusuhan dan pertentangan kaum Quraisy kepada Muhammad saw pun semakin tajam. Namun Muhammad berada dalam lindungan Abu Thalib dan karena adanya perjanjian diantara suku-suku, maka mereka tidak mampu mencelakai Nabi secara fisik. Akan tetapi mereka tak sedikit pun eggan menindas dan menyakiti para pengikutnya terutama mereka yang tidak memiliki pelindung. Penindasan yang dilakukan terhadap orang-orang yang baru masuk Islam bagi Nabi adalah hal yang sangat menyakitkan hatinya dan membuatnya berduka cita. Dengan terpaksa akhirnya Nabi menyuruh mereka untuk berhijrah ke negeri Habasyah seraya berkata kepada mereka: "Di negeri sana ada seorang raja yang tidak pernah menganiaya dan menindas seorangpun, pergilah kalian ke sana dan tinggallah di sana sampai Allah swt membebaskan kalian dari musibah ini."

Ketika kaum Quraisy mengetahui bahwa orang-orang yang baru masuk Islam ini ingin pergi berhijrah ke Habasyah, mereka mengirim Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'ah menghadap Najasyi raja Habasyah supaya mengembalikan orang-orang yang akan berhijrah ke negerinya itu. Najasyi setelah mendengar omongan perwakilan Quraisy dan jawaban kaum muslimin, ia menolak untuk menyerahkan orang-orang muslim tersebut kepada perwakilan Quraisy. Dengan demikian, perwakilan Quraisy kembali ke Mekah dengan tangan hampa. [33]

Nasab, Julukan dan Gelar

Silsilah keluarga Nabi saw

Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muththalib (Syaibah al-Hamd,'Amir) bin Hasyim ('Amr al-'Ula) bin Abdu Manaf (Mughirah) bin Qushai (Za'id) bin Kilab (Hakim) bin Murrah bin Ka'ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah ('Amr) bin Ilyas bin Mudhir bin Nizar (Khuldan) bin Ma'adda bin Adnan. Salam atas mereka. [1] Ibu Nabi Besar Islam adalah Aminah binti Wahb bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Alamah Majlisi berkata, Syiah Imamiyah sepakat secara ijma' atas keimanan Abu Thalib, Aminah binti Wahab dan Abdullah bin Abdul Muththalib dan kakek buyut Rasulullah sampai Nabi Adam as. [2]

Nama-nama panggilan Nabi besar Islam adalah Abul Qasim dan Abu Ibrahim. [3] Sebagian gelar-gelarnya adalah: al-Musthofa, Habibullah, Shafiullah, Ni'matullah, Khairu Khalqillah, Sayidul Mursalin, "Khatam al-Nabiyin", "Rahmatan lil Alamin" dan Nabi al-Ummi. [4]